Minggu, 09 Desember 2012
2 Honorer Dipecat, 2 PNS Berhenti
Dinilai melanggar disiplin kedinasan, dua orang tenaga honorer dipecat dan dua orang PNS diberhentikan dengan tidak hormat.
‘’Kita sudah beri sanksi tegas pemecatan, dua orang tenaga honorer Pemkab Rokan Hulu (Rohul), yang tidak masuk kantor dan banyak pelanggaran kedinasan. Termasuk dua Pegawai Negeri Sipil (PNS), sudah saya tandatangani surat pemberhentiannya,” ujar Bupati Rohul Drs Achmad kepada wartawan, Selasa (17/4).
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa disiplin dan sistim aturan yang telah dibuat Pemda Rohul harus dilaksanakan oleh seluruh tenaga honorer dan pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemkab Rohul.
Bupati baru saja usai mengikuti apel memperingati Hari Kesadaran Nasional sekaligus Hut Satuan Pelindung Masyarakat (Satlinmas) ke 50 tingkat Kabupaten Rohul, di kantor bupati.
Pemecatan terhadap kedua tenaga honorer dan usulan pemberhentian dua PNS, lanjutnya, sebagai bentuk sikap dan komitmen Pemkab Rohul terhadap penegakan disiplin. Karena sudah banyak kesalahan dan laporan yang diterima.
Bupati mengatakan tindakan tegas terhadap tenaga honorer dan PNS Rohul yang melanggar disiplin dan kedinasan, sebagai bentuk shock trapy dan efek jera bagi seluruh tenaga honorer dan PNS di Pemkab Rohul ke depannya.
Dijelaskannya, terhitung April 2012 dan seterusnya, bila honorer dan PNS tidak disiplin dan melanggar kedinasan, tidak perlu lagi diimbau, karena selama ini sudah sering diperingati, ditegur.
‘’Sekarang tinggal actionnya, bagi yang tak disiplin harus siap terima risikonya. Alhamdulilah, dengan diberlakukan pemecatan dua tenaga honorer dan usulan pemberhentian dua PNS, dispilin meningkat 100 persen. Kita tidak lagi menghimbau, tapi sudah tahap penindakan tegas yakni diberhentikan. Tindakan yang saya lakukan bukan gertak sambal dan siapa yang mau menyusul silahkan langgar disiplin dan kita siap memberhentikannya,’’ tegas Achmad.
Seragam Putih-Hitam
Untuk memudahkan dalam pemantauan disiplin kerja seluruh tenaga honorer maupun PNS, Pemkab Rohul, Senin (17/4), memberlakukan seluruh tenaga honorer di masing-masing Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Rohul mengenakan pakaian seragam baju putih dan celana hitam (gelap) selama lima hari kerja.
Kecuali tenaga honorer Satpol Pamong Praja, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Petugas Pemdam Kebakaran.Agar bisa memantau tingkat disipilin tenaga honorer dan PNS. Sehingga dengan dibedakannya pakaian honorer dengan PNS memudahkan dalam pemantauan disiplin.
‘’Kalau ada tindakan indisipliner honorer, akan tampak jelas nantinya. Begitu juga sebaliknya PNS.Karena uniformnya telah berbeda.Ini semua diberlakukan, untuk meningkatkan disiplin kerja PNS, agar tidak rusak citranya di masyarakat.’’ungkap Bupati Rohul Drs H Achmad MSi kepada Riau Pos, Selasa (17/4), terkait penerapan pakaian honorer baju putih dan celana atau rok hitam
Karena ada ketentuan, pakaian uniform untuk tugas PNS.Bila nantinya ada tindakan indisiplinir maka akan nampak apakah mereka PNS atau tenaga honorer, dan selama ini uniform mereka sama sehingga sulit membedakannya.
Apalagi selama ini masyarakat selalu menuduh PNS bekerliaran pada jam kerja terutama duduk diwarung dan di pasar-pasar, namun kenyataannya mereka adalah tenaga honorer.
’’Uniform tenaga honorer putih hitam 5 hari kerja.Setiap Kamis, setelah memakai pakaian olahraga, honorer wajib menggantikan dengan pakaian hitam putih kembali,’’
Gubri Apresiasi Program Rokan Hulu Menghafal Al-quran
Gubernur
Riau, H.M Rusli Zaenal SE,MP memberikan apresiasi yang positif dan
mendukung Program Gerakan Rokan Hulu menghafal Al-quran yang dicanangkan
oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu pada malam Nuzul Qur'an, 17
Ramadan 1433 H.
Menurutnya, Program Gerakan Rokan Hulu
Menghafal Al quran, merupakan salah satu kebijakan yang patut didukung
dan juga diterapkan di Kabupaten/ Kota lainnya,
guna untuk membangkitkan marwah Provinsi Riau di negeri Melayu yang kental dengan nuansa Islami.
Mengingat Gerakan Menghafal Alquran
merupakan program yang sangat positif terutama dalam melestarikan
Alquran, yang saat ini mulai terlupakan oleh masyarakat. Program dan
kebijakan Bupati Rohul ini patut mendapat dukungan dari seluruh komponen
masyarakat serta menjadi contoh bagi Kabupaten/ kota di Riau.
Pemkab Komit Bangun Semangat Keagamaan
Berikan Sambutan : Bupati
Rokan Hulu Drs.H.Achmad M.Si, memberikan sambutan dihadapan puluhan
ribu warga, dalam acara peringatan Israk Mikraj di Mesjid Agung Islamic
Centre Pasir Pengaraian, Senin (18/06/2012). Peringatan Israk Mikraj
yang berlansung hidmat itu,
selain dihadiri puluhan ribu masyarakat dan juga siswa siswi sekolah
menengah, juga menghadirkan penceramah kondang Ustadz Yusuh Mansur.
Dalam sambutannya, Bupati Rokan Hulu
Drs.H.Achmad, M.Si menyatakan komitmen Pemerintah Daerah untuk terus
berupaya membangkitkan semangat keagamaan ditengah masyarakat. Berbagai
program saat ini telah siap disusun pemerintah daerah untuk mendukung
pengembangan agama Islam di Negeri Seribu Suluk, di Mesjid kebanggaan
masyarakat kita.
Bupati mengaku, dalam mengupayakan roh
mesjid agung tetap hidup, maka penerapan program keagamaan seperti :
setiap rabu malam digelar kajian fiqih, tasawuf, dakwah, dan lainnya.
Sementara setiap jum’at subuh digelar sujud tilawah dan setiap magrib,
Mesjid tersebut digunakan magrib mengaji bagi anak-anak pasir pengaraian
dan sekitarnya.
Untuk program ramadhan mendatang, kaum
dhuafa akan mengikuti ibdaha tarawih bersama dan mereka akan kita bantu
transportasinya. Sehabis ramadhan, selama enam bulan Mesjid Agung akan
digunakan sebagai perkampungan Da’i se Riau. Sesuai hasil pertemuan
ulama se-Provinsi Riau beberapa waktu lalu, dengan persyaratan peserta
minimal berpendidikan Strata I ( S1 ) dan fasih berbahasa arab,
tuturnya.
Usai mengikuti kegiatan itu, da’i akan
memiliki sertifikasi C dan B. Mereka akan memiliki kesempatan untuk
ceramah di Mesjid Agung Islamic Centre pasir pengaraian. Ustadz Kondang Yusuf Mansur, dalam tausiyahnya mengajak generasi muda di Rokan Hulu agar memiliki jiwa wiraswasta secara agamis dan sesuai ajaran islam.
Menurutnya, jika menjadi pengusaha
jadilah usahawan yang jujur dan lebih mengedepankan ajaran islam. Jika
ada kemauan dan disertai do’a, segala usaha akan sukses. Berusaha tanpa
do’a kurang maksimal, tuturnya
Rokan Hulu Tuan Rumah MTQ Riau 2013
Pasir Pengaraian : 2013
mendatang, Rokan Hulu dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggaraan
Musabaqoh Tilawatil Qur’an ( MTQ ) Tingkat Provinsi Riau. Dalam
menykseskan Iven Provinsi tersebut, dari sekarang sudah dilakukan
persiapan, dimulai dari tingkat kabupaten hingga ke rukun tetangga ( RT )
dan rukun warga ( RW ) se- Rokan Hulu, dihimbau untuk melaksanakan
aktivitas keagamaan.
Serta melakukan pembenahan lingkungan terkait pelaksanaan MTQ tingkat Provinsi Riau, 5 Mei Mendatang.
Bupati mengharapkan, kegiatan
membersihkan lingkungan dan aktivitas keagamaan sudah mulai dilaksanakan
saat ini. Sehingga pada hari H nya nanti Rokan Hulu sudah berbenah.
Dengan kegiatan itu, Rokan Hulu sebagai tuan rumah terbaik, termeriah
dan sukses pelaksanaan MTQ Tingkat Provinsi Riau.
Dia meminta kepada seluruh SKPD, agar
mempersiapkan Rencana Kegiatan Anggaran ( RKA ) tahun 2013 dan
memprioritaskan anggaran untuk perhelatan MTQ Tingkat Provinsi Riau yang
diharapkan pelaksanakannya sukses. Akhir juli ini, Pemkab Rokan Hulu
akan menyerahkan KUA-PPAS Perubahan tahun 2012 dan KUA-PPAS tahun 2013
ke DPRD, sehingga prioritas anggaran pendukung kegiatan MTQ bisa
dimasukkan dalam kegiatan SKPD nantinya, tuturnya.
Bupati juga menghimbau, kepada
masyarakat khususnya aparatur desa/ kelurahan dan kecamatan se-Rokan
Hulu, agar dapat mendukung dan bersama-sama menyemarakkan kegiatan
kegiatan MTQ Tingkat Provinsi Riau di Rokan Hulu Tahun 2013 mendatang.
Rabu, 05 Desember 2012
HALAMAN PERSEMBAHAN
ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
padaku, serta Nabi Muhammad SAW yang
menjadi teladan bagi umat sepanjang masa. , kupersembahkan
karya kecilku ini untuk orang-orang yang kusayangi:
- Abah Tercinta Hatta K dan Omak Tercinta Saridah, Motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah jemu mendo’akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku membalas cinta Abah dan Omak kepadaku.
- Keluarga besar yang ada dirumah, Syaheri Juwanda, Romelda putri spdi dan Andri Saputra Ssos dan keponakanku Adni Nurfatiha, Dadan Hamadi, Mak uwo Supinah dan Sandra Agustina.
- Sahabat-sahabatku seperjuangan dikos Pondok Rakata, Barahim Lubis SHTI, Zulfodli nst, Nursal Amri ST, Ewin Suhanda SE, Dalian alfajri ST, Afriandi SE, Maskurniadi SIP, Nugroho Notosusanto SIP,Muhammad Iqbal SIP MA, Alpasirin SIP MSi, Rio Chandra SIP, Tenar Hady SIP.
- Keluarga besar Pak Tukiman( pak man) yang telah memberikan motivasi spiritual. Sehingga dapat melaksanakan penyusunan skripsi sampai tuntas.
- Seseorang disana yang pernah memberikan kasih sayang dan semangatnya nya padaku, terimakasih semangatmu masih tetap ada sampai sekarang.
- Teman – teman jurusan ilmu pemerintahan angkatan 2007
- Almamaterku.
- Teman teman seperjuangan ikatan pelajar Riau Yogyakarta Komisariat kabupaten Rokan Hulu dan semua teman-teman yang tak mungkin penulis sebutkan satu-persatu, for u all I miss u forever
- Garuda dan Indonesiaku
- Keluarga Besar Padepokan Perguruan Pencak Silat Telapak Sakti.
Contoh Organisasi Publik
Rumah sakit
Organisasi rumah
sakit mempunyai bentuk yang unik, yang berbeda dengan organisasi lain pada umumnya. Rumah
sakit mempunyai kekhususan yang lahir dari adanya hubungan yang terjadi antara Medical Staff ( kelompok dokter) dan
Administrator atau CEO ( manajemen) serta Governing Body.Dokter dalam kaitannya
sebagai profesional tidak tepat jika ditempatkan secara
hirarki piramidal
dalam struktur organisasi rumah sakit, namun mereka mempunyai
sendiri
strukturnya dalam Medical Staff Organization. Secara klasik di Amerika struktur
organisasi rumah
sakit memang khas sebagai splitting organization dengan tiga pusat
kekuasaan /
kekuatan yaitu Governing Body sebagai wakil pemilik, Administrator dan
Medical Staff
yang langsung mendapat otoritasnya dari Governing Body. Oleh karena itu rumah
sakit memang merupakan sebuah organisasi yang memiliki tingkat kompleksitas
tinggi akibat adanya hubungan-hubungan tersebut, dimana otoritas formal yang
direpresentasikan oleh Administrator atau CEO ( manajemen) harus mengakomodasi
otoritas keilmuan dan keahlian yang dimiliki oleh kelompok dokter,
dimana secara
historis mereka memegang peran yang sangat besar dalam organisasi
ruamah sakit dan
mendapatkan otoritasnya dari Governing Body.Untuk menjaga agar
hubungan
ketiganya berjalan harmonis, maka sejak lama di Amerika telah mengaturnya
dalam Hospital
bylaws masing-masing rumah sakit yang pada prinsipnya menetapkan
dan mengatur
tentang tugas, kewenangan, hubungan funsional dan hubungan tanggung jawab
antara Governing Body, Admistrator ( CEO) dan Medical Staff di rumah sakit.
Tiga organ ini
diibaratkan sebagai kaki dari sebuah kursi berkaki tiga yang
bersama-sama
menentukan mantap tidaknya tempat duduk itu .Ketiganya adalah
pemegang
kekuasaan yang sumbernya berbeda, sehingga haruslah diatur dengan baik
keseimbangan dan
keserasiannya dalam menjalankan fungsi, kewenangan dan tanggung jawabnya
masing-masing dalam menjalankan misi rumah sakit secara keseluruhan,sehingga
tujuan organisasi rumah sakit dapat dicapai. Dasar hukum kekuasaan Governing
Body didapat karena mereka mewakili pemilik ( yang adalah badan hukum) dalam
membina dan mengawasi pengoperasian rumah sakit. Administrator atau CEO
mendapatkan wewenang formal dari Governing
Body untuk
menjalankan manajemen rumah sakit sebagai institusi, sedangkan kekuatan
dan pengaruh
Medical Staff mempunyai latar belakang historis, sosial, serta berdasarkan pada
kopetensi akademis dan teknik yang melekat pada pelaku profesi itu. Sebagian
dari pengaruh mereka juga bersumber dari konsumen karena kompetensi profesional
mereka dibutuhkan oleh masyarakat. Dari uraian diatas tergambarlah bahwa
kewenangan dan tanggung jawab moral dan hukum yang tertinggi ada pada Governing
Body.
Organisasi Privat(Bisnis)
Bertujuan untuk
menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran kinerjanya
adalah seberapa besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang untuk
menghasilkan keuntungan bagi organisasi. Indikator yang masih bertalian dengan
sebelumnya adalah seberapa besar efficiency pemanfaatan input untuk meraih
keuntungan itu dan seberapa besar effectivity process yang dilakukan untuk
meraih keuntungan tersebut.
Sementara itu ada
indikator yang sering kali digunakan untuk mengukur kinerja organisasi
privat/publik seperti : work lood/demain, economy, efficiency, effectiveness
dan equity (Sclim dan Wood ward, 1992 dalam Keban, 1995) productivity (Perry,
1990 dalam Dwiyanto, 1995).
Pengertian
Istilah privat
berasal dari bahasa Latin "set apart" (yang terpisah). Sasaran
organisasi publik ditujukan pada hal – hal yang 'terpisah' dari masyarakat
secara umum.
Organisasi privat
atau bisnis adalah organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan jasa
kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang dan jasa
tersebut sesuai dengan hukum pasar.
Lingkungan Organisasi
Lingkungan dalam
organisasi privat :
Lingkungan
otorisasi, misal dewan komisaris atau rapat umum pemegang saham yang menentukan
pendanaan dan batas – batas wewenang perusahaan. Akan tetapi, tentu saja
lingkungan otorisasi pada organisasi privat tidak sekompleks organisasi publik.
Proses penciptaan
nilai dalam organisasi privat, menitikberatkan proses pengambilan keputusan
pada naik-turunya permintaan pasar, sehingga pengambilan keputusan biasanya
berlangsung lebih cepat.
Ciri-Ciri Organisasi
Seperti telah
diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih
rinci organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Adanya suatu kelompok orang
yang dapat dikenal dan saling mengenal,
2. Adanya kegiatan yang
berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang
merupakan kesatuan kegiatan,
3. Tiap-tiap orang memberikan
sumbangan atau kontribusinya berupa; pemikiran, tenaga, dan lain-lain,
4. Adanya kewenangan, koordinasi
dan pengawasan,
5. Adanya tujuan yang ingin
dicapai.
Prinsip-Prinsip Organisasi
Prinsip-prinsip
organisasi banyak dikemukan oleh para ahli, salah satunya A.M. Williams yang
mengemukakan pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya "Organization of
Canadian Government Administration" (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi
meliputi :
1) prinsip
bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas
2) prinsip
skala hirarkhi
3) prinsip
kesatuan perintah
4) prinsip
pendelegasian wewenang
5) prinsip
pertanggungjawaban
6) prinsip
pembagian pekerjaan
7) prinsip
rentang pengendalian
8) prinsip
fungsional
9) prinsip
pemisahan
10) prinsip
keseimbangan
11) prinsip
fleksibilitas
12) prinsip
kepemimpinan
1) Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas
Organisasi
dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak
mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya, organisasi
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu organisasi,
mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan lain lain.
2) Prinsip Skala Hirarkhi
Dalam suatu
organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu
pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian
wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya
organisasi secara keseluruhan.
3) Prinsip Kesatuan Perintah
Dalam hal ini,
seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan
saja.
4) Prinsip Pendelegasian Wewenang
Seorang pemimpin
mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu
dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi
wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam
pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan
keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan
tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
5) Prinsip Pertanggungjawaban
Dalam menjalankan
tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
6) Prinsip Pembagian Pekerjaan
Suatu organisasi,
untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Agar
kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian
tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari
masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas
dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya
organisasi.
7) Prinsip Rentang Pengendalian
Artinya bahwa
jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu
dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan
tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang
cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
8) Prinsip Fungsional
Bahwa seorang
pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan
wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari
pekerjaannya.
9) Prinsip Pemisahan
Bahwa beban tugas
pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.
10) Prinsip Keseimbangan
Keseimbangan
antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal
ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi
tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/
kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana
(tidak kompleks) contoh 'koperasi di suatu desa terpencil', struktur
organisasinya akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada di kota besar
seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.
11) Prinsip Fleksibilitas
Organisasi harus
senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika
organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar
organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi
dalam mencapai tujuannya.
12) Prinsip Kepemimpinan.
Dalam organisasi
apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain
organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan
yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.
Konsep & Fungsi
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber
daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup
karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen
sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource
department.
Menurut A.F.
Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan
yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan
orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat
pada saat organisasi memerlukannya.
Departemen Sumber
Daya Manusia Memiliki Peran, Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab sebagai berikut.
1. Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja (Preparation and selection)
Dalam proses
persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan
menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan perkiraan (forecast) akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya,
waktu, dan lain sebagainya.
Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya.
Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya.
Rekrutmen tenaga kerja (Recruitment)
Rekrutmen adalah
suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh,
manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau
perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat
deskripsi pekerjaan (job description) dan juga spesifikasi pekerjaan (job
specification).
Seleksi tenaga kerja (Selection)
Seleksi tenaga
kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak
kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima
berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup (curriculum vittae) milik
pelamar. Kemudian dari CV pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang
akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu
berikutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test
tertulis, wawancara kerja/interview dan proses seleksi lainnya.
2. Pengembangan dan evaluasi karyawan (Development and evaluation)
Tenaga kerja yang
bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi
tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga
kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta
meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi
karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun
yang tinggi.
3. Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai (Compensation and protection)
Kompensasi adalah
imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau
perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi
pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak
sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di
kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau
perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan kepada pekerja agar dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan kontribusi
perkerja tersebut dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu.
PROPOSAL PENELITIAN Zakia rezki
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Mulai tahun 2007 pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri. Melaui PNPM Mandiri pemerintah merumuskan kembali
mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat,
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.
Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian
masyarakat, terutama masyarakat miskin, agar dapat menumbuhkembangkan potensi
diri sehingga masyarakat bukan sebagai obyek, melainkan juga sebagai subyek
upaya penanggulangan kemiskinan.
Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan
beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di
perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik.
Sejak tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program
Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk
mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM
Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan
PNPM Mandiri 2008 juga dilakukan pada desa-desa tertinggal. Dengan
pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka
kebijakan PNPM Mandiri, cakupan penanggulangan kemiskinan diharapkan dapat efektif dan efisien.
Pemerintah mencanangkan proses pemberdayaan dalam program PNPM Mandiri dilaksanakan
sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu
pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium
Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada
indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia
mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut.
Berdasar pada latar belakang tersebut, PNPM Mandiri sebagai salah satu
program pemerintaha dalam penanggulangan kemiskinan, maka perlu dilakukan
penelitian tentang bagaimana implementasi pelaksanaan PNPM Mandiri di salah
satu tempat di Indonesia. Penelitian tersebut akan dititikberatkan pada sampai
sejauhmana keterlibatan stakeholder
dalam penyusunan program tersebut, sebab masyarakat dalam program ini bukan
lagi sebagai obyek penanggulangan kemiskinan, sebaliknya harus menjadi subyek
upaya penanggulangan kemiskinan di daerahnya.
Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Sentolo, Kabupaten
Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi ini dilakukan
karena, dalam beberapa berita media, pelaksanaan PMPM Mandiri di kecamatan ini
dianggap cukup berhasil.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasar
pada latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam
bentuk pertanyaan, yaitu: Bagaimanakan implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri dilakukan di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
C.
TUJUAN DAN MANFAAT
1.
Tujuan
a.
Mengetahui
proses formulasi program PNPM Mandiri di daerah.
b.
Mengetahui
bagaimana model dan bentuk implementasi pelaksanaan program PNPM Mandiri di
daerah.
c.
Mengetahui
siapa saja atau pihak yang terlibat dalam implementasi pelaksanaan PNPM Mandiri
di daerah.
d.
Mengetahui
kekuatan dan hambatan dalam implementasi program PNPM Mandiri di daerah.
2.
Manfaat
a.
Hasil
penelitian ini akan menambah khasazah kajian keilmuan dalam kebijakan publik,
secara khusus dalam kajian implementasi kebijakan.
b.
Bagi
para stakeholder PNPM Mandiri dan Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini dapat
menjadi referensi dalam membuat dan menyusun kebijakan.
D.
KERANGKA TEORI
1.
Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan
merupakan tahap krusial dalam proses kebijakan publik, sebab pada tahap
implementasi inilah terdapat implikasi atau dampak-dampak dampak kebijakan
tersebut terjadi. Keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat
variabel yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Oleh
karena itu, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh variabel isi kebijakan dan
lingkungan kebijakan. Dua hal ini harus didukung oleh hubungan antar
organisasi, sumberdaya organisasi dan karakteristik kemampuan agen pelaksana.[1]
Keberhasilan atau
kegagalan implementasi kebijakan dapat dievaluasi kemampuannya secara nyata
dalam mengoperasikan program-program yang telah dirancang sebelumnya.
Sebaliknya proses implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur dan
membandingkan antara hasil akhir program-program tersebut dengan tujuan-tujuan
kebijakan. Keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya
hasil tergantung pada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan yang
cukup[2].
Dalam proses
implementasi sebuah kebijakan, para ahli mengidentifikasi berbagai faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor
tersebut kita dapat mentarik benang merah berbagai faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan publik.
Beberapa diantara
faktor-faktor tersebut adalah; pertama, isi atau content kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi content setidaknya mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung oleh dasar teori yang teruji,
mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumberdaya baik manusia
maupun finansial yang baik.
Kedua, implementator
dan kelompok target. Pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada badan
pelaksana kebijakan (implementator)
dan kelompok target (target groups).
Implementator harus mempunyai kapabilitas, kompetensi, komitmen dan konsistensi
untuk melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan
(policy makers), selain itu, kelompok
target yang terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah menerima sebuah
kebijakan daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen. Lebih
lanjut, kelompok target yang merupakan bagian besar dari populasi juga akan
lebih mempersulit keberhasilan implementasi kebijakan.
Ketiga, lingkungan.
Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur populasi tempat
sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan
kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem
politik yang stabil dan demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit
penguasa, dan budaya keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah
implementasi sebuah kebijakan.
Menurut George C.
Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau
kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya,
struktur birokrasi dan disposisi.[3]
Pertama, faktor
komunikasi. Dalam hal ini secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam
proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsostensi dan kejelasan.
Transmisi adalah, sebelum pejabat atau penentu kebijakan dapat
mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan
telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini
sering terjadi, tidak terlaksananya program seringkali dimulai dari komunikasi
yang tidak baik antar stakeholder kebijakan. Hal ini dapat dijumpai banyak
sekali ditemukan keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi
kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan.
Sedangkan konsistensi
adalah jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus
konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur kejelasan,
tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan
memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik. Dan
kejelasan adalah, menurut Edwards yang mengidentifikasikan enam faktor
terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah
kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok
masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah
dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan
dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan (ranah hukum).
Kedua, sumber daya.
Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan agar
efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni
kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya,
kebijakan hanya tinggal dikertas saja menjadi dokumen.
Ketiga, disposisi
(kecenderungan atau tingkah laku), yaitu watak dan karakteristik yang dimiliki
oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, dia akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
Keempat, struktur
birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementsikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur
operasi yang standar (standar operating
procedure atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan
dan menimbulkan red-tape, yakni
prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan
aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Sementara itu, menurut
Maarse[4], keberhasilan
suatu kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan yang harus dilaksanakan
dimana isi yang tidak jelas dan samar akan membingungkan para pelaksana di
lapangan sehingga interpretasinya akan berbeda. Kemudian ditentukan pula oleh
tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan sehingga
pelaksana dapat bekerja optimal. Lalu ditentukan juga oleh banyaknya dukungan
yang harus dimiliki agar kebijakan dapat dilaksanakan dan pembagian dari
potensi-potensi yang ada seperti diferensiasi wewenang dalam struktur
organisasi.
Atas dasar hal
tersebut, dalam mengimplementasikan suatu kebijakan Pemerintah Daerah harus
memperhatikan bermacam-macam faktor. Arus informasi dan komunikasi perlu
diperhatikan sehingga tidak terjadi pemahaman yang berbeda antara isi kebijakan
yang diberikan oleh pusat dengan persepsi aparat pelaksana di daerah.
Diperlukan pula dukungan sumber daya maupun stakeholders
yang terkait dengan proses implementasi kebijakan di daerah. Diperlukan pula
pembagian tugas maupun struktur birokrasi yang jelas di daerah sehingga tidak
terjadi ketimpangan tugas dalam proses implementasi suatu kebijakan di daerah.
Diperlukan pula nilai-nilai yang dapat dianut atau dijadikan pegangan oleh
pemerintah daerah untuk menerjemahkan setiap kebijakan yang harus
diimplementasikan.
Berdasar pada
penjelasan diatas, setidaknya berangkat dari konsep Edward II dan Maarse, dapat
disimpulkan bahwa, sebagaimana disimpilkan juga oleh Van Meter dan Van Horn[5]
ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi. Beberapa diantaranya
adalah:
1.
Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar
dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan.
Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur atau tidak jelas, maka akan terjadi
multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen
implementasi.
2.
Sumber Daya
Implementasi
kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber
daya non manusia.
3.
Komunikasi Antar Organisasi
Penguatan
aktivitas dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain. Untuk ini diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi
bagi keberhasilan suatu program.
4.
Karakteristik Agen Pelaksana
Agar
pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu
program.
5.
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel
ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat
memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan,
yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
6.
Disposisi Implementor
Disposisi
implementor ini mencakup tiga hal, yakni:
a.
Respon implementor terhadap kebijakan,
yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.
b.
Kognisi, yakni pemahamannya terhadap
kebijakan, dan
c.
Intensitas disposisi implementor, yakni
preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor
2.
Kebijakan Publik
Istilah implementasi tidak dapat dipisahkan dari kebijakan publik. Lalu
apa yang dimaksud dengan kebijakan publik? Dari berbagai kepustakaan dapat
diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan internasional disebut
sebagai public policy, yaitu suatu
aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat
seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot
pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat oleh
lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.[6]
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana dapat pahami sebagai
kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.
Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh
dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu
untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus
dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika
kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi
Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden
termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum
yang harus ditaati.
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah
sebagai public actor, terkait dengan
kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya
diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Karena
itu ada banyak definisi mengenai apa itu kebijakan publik. Definisi mengenai
apa itu kebijakan publik mempunyai makna yang berbeda-beda, sehingga
pengertian-pengertian tersebut dapat diklasifikasikan menurut sudut pandang
masing-masing penulisnya. Berikut ini beberapa definisi tentang kebijakan
publik
Chandler dan Plano menyatakan kebijkan publik adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk
intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan
kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan
ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik
menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi
pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang
dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.[7]
Pandangan lainnya dikemukakan oleh Thomas R. Dye (1981). Menurut Dye,
kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang
dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian
ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang
berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut
Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan (decision making), dimana pemerintah
mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan
untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.[8]
Selain Chandler, Plano dan Dye, sedikit berbeda David Easton (1969) merumuskan
kebijakan publik dengan mengartikannya sebagai pengalokasian nilai-nilai
kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini
hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan
tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah
yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai
suatu proses management, yang
merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik. Dalam hal ini hanya
pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat
untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga definisi ini juga dapat
diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.[9]
Kebijakan sendiri secara umum menurut Said Zainal Abidin dapat dibedakan
dalam tiga tingkatan:[10]
a.
Kebijakan
umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang
bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan
wilayah atau instansi yang bersangkutan.
b.
Kebijakan
pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat
pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
c.
Kebijakan
teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.
Dengan demikian kebijakan publik sangat berkait dengan administasi
negara ketika public actor mengkoordinasi
seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai
kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik atau umum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang
dikenal dengan administrasi negara. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari
proses politik. Administrasi negara dalam mencapai tujuan dengan membuat
program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan dalam bentuk
kebijakan. Oleh karena itu kebijakan adalah sarana untuk mencapai tujuan atau
sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik.[11]
3.
Program Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh suatu organisasi sebagai upaya untuk mengimplementasikan
strategi dan kebijakan serta dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran suatu
organisasi.
Namun satu hal yang tidak dapat diabaikan dalam rangka perencanaan
program tersebut adalah isu dan permasalahan yang dianggap strategis dan
potensial harus jelas memiliki revelansi untuk dilaksanakan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi lembaga. Terkait dengan perencanaan prgram dalam bidang
penelitian dan pengembangan daerah itu, dilihat dari sudut pandang kelitbangan
sekurang-kurangnya ada empat isu dan permasalahan.
Peran serta masyarakat adalah peran antara berbagai kegiatan masyarakat,
yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk
berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Pelibatan
masyarakat dan swasta dalam perumusan dan penetapan kebijakan mempengaruhi
kepentingan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan agar
memberikan hasil dan manfaat yang optimal pada masayarkat.
Pelibatan masyarakat dapa bersiafat pasif dan aktif. Pelibatan pasif
artinya dalam pengambilan keputusan kebijakan oleh pemerintah dilakukan melalui
komunikasi satu arah, misalnya pelibatan melalui pemberian informasi, masukan
atau jawaban. Sedangkan pelibatan aktif dimaknai sebagai; masyarakat bersama
dengan pemerintah secara aktif merancang atau melaksanakan kebijakan, program
atau proyek, termasuk dalam hal sumber daya, yang biasanya dilakukan melalui
komunikasi dua arah.
Upaya penanganan problem kemiskinan dengan pelibatan masyarakat
sebagaimana rekomendasi INDOPOV sesungguhnya bukan merupakan ide atau gagasan
baru. Pada awal tahun 1980-an misalnya, ketika upaya pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah juga menimbulkan efek negatif ketimpangan, gagasan agar
masyarakat terlibat dan menjadi pelaku dalam pembangunan sesungguhnya telah
ada. Hanya saja gagasan tersebut pada masa itu belum memiliki gaung yang cukup
besar sebagaimana sekarang ini.
Pada tahun 1990-an isu tentang pelibatan masyarakat dalam pembangunan
semakin menguat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia akibat
ketimpangan yang disebabkan oleh globalisasi, termasuk juga didalamnya
pelibatan masyarakat dalam menangani problem kemiskinan akibat ketimpangan
pembangunan. John Friedmann sebagai
salah satu aktifis gerakan sosial misalnya, pada tahun 1992 menyuarakan agar
pemberdayaan masyarakat tidak hanya dilakukan terbatas pada masalah ekonomi,
tetapi juga secara politis. Hal ini menurutnya, karena kebijakan ekonomi pada
dasarnya merupakan kebijakan politik.
Menurut Friedmann, pelibatan masyarakat dalam kebijakan politik ini akan
menjadikan pemerintah dan masyarakat akan memiliki posisi yang kuat dalam
menyelesaikan problem sosial. Paradigma pelibatan masyarakat dalam konsep
pemberdayaan tersebut dilakukan atas keinginan mengubah pola kebijakan yang
sebelumnya sentralistik pada pola otonomi, yaitu dengan memberi kesempatan
kepada masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Karena itu Friedmann menegaskan
bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
yang menyangkut diri masyarakat sendiri merupakan unsur yang sangat penting
dalam penyelesaian problem sosial dimana salah satu turunannya adalah
penyelesaian problem-problem kemiskinan.
4.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri
PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama
yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian
yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud
kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri
dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan
prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk
mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan
yang berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan dan meningkatkan
kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan
berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan
kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar
dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan
kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM
Mandiri ini adalah; meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat
miskin secara mandiri. Dan tujuan khususnyaadalah meningkatnya partisipasi
seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas
adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering
terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan
pembangunan.
a.
Meningkatnya
kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.
b.
Meningkatnya
kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama
masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak
pada masyarakat miskin (pro-poor).
c.
Meningkatnya
sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya
untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
d.
Meningkatnya
keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan
kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
e.
Meningkatnya
modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya
serta untuk melestarikan kearifan lokal.
f.
Meningkatnya
inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam
pemberdayaan masyarakat.
Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui, pertama; pengembangan
Masyarakat. Komponen Pengembangan Masyarakat mencakup serangkaian kegiatan
untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari
pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif,
pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan pemeliharaan
hasil-hasil yang telah dicapai.
Kedua, untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut, diesediakan dana
pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan dan
operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas,
mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan,
sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor penggerak
masyarakat di wilayahnya.
Ketiga, Bantuan Langsung Masyarakat. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat
untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin.
Keempat, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal. Komponen
Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian kegiatan
yang meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok perduli
lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif
bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara
layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan,
lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.
Kelima, Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program. Komponen ini
meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok
peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan
manajemen, pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.
Sedangkann pendekatan atau
upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan
prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat
dengan, pertama, menggunakan kecamatan sebagai lokus program untuk
mengharmonisasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program. Kedua, memposisikan
masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama pembangunan
pada tingkat lokal. Ketiga, mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal
dalam proses pembangunan partisipatif. Keempat, menggunakan pendekatan
pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya dan
geografis. Dan keenam melalui proses pemberdayaan yang terdiri dari atas
pembelajaran, kemandirian dan keberlanjutan.
E.
DEFINISI KONSEPTUAL
1.
Implementasi
kebijakan adalah pelaksanaan kebijakan pemerintah dari formulasi kebijakan
hingga evaluasi kebijakan
2.
Kebijakan
publik adalah serangkaian tindakan dalam bentuk keputusan-keputusan yang
mengikat hajat hidup orang banyak yang dilakukan oleh pemerintah.
3.
Program
pemerintah adalah instrumen kebijakan pemerintah yang berisi satu atau lebih
kegiatan yang dilaksanakan sebagai upaya untuk mengimplementasikan strategi dan
kebijakan serta dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran kebijakan.
4.
Progran
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah program nasional
penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
F.
DEFINISI OPERASIONAL
1.
Standar dan sasaran kebijakan adalah
dasar aturan serta arah tujuan kebijakan.
2.
Sumber daya adalah stakeholder dan aset
dalam kebijakan, termasuk karakteristiknya.
3.
Komunikasi antar organisasi adalah
relasi mata rantai antar stakeholder dalam kebijakan
4.
Kondisi sosial, ekonomi dan politik
adalah kondisi lingkungan dimana kebijakan tersebut diimplementasikan.
5.
Disposisi implementor adalah kemampuan
stakehorlder dalam melaksanakan imolementasi kebijakan.
6.
METODE PENELITIAN
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif dalam
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan
akurat dalam sebuah implementasi kebijakan pelaksanaan PNPM Mandiri di daerah.
2.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sentolo.
3.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu antara
bulan Juni 2012 hingga bulan Agustus 2012.
4.
Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Sumber data
primer adalah sumberdata yang berasal dari data penelitian lapangan. Sedangkan
sumber data sekunder adalah data yang berasal dari data verbal seperti tulisan
opini, data pustaka dan sebagainya.
5.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan
beberapa teknik, yaitu, pertama wawancara adalah tehnik pengumpulan data
dengan mengajukan secara langsung oleh
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan tema penelitian. Peneliti bertemu
secara langsung dengan sumber, dan jawaban-jawaban dari sumber yang dimaksud
dicatat atau direkam. Sumber wawancara dalam penelitian ini terbagi dalam dua
kategori yaitu, responden dan informan. Perbedaan antara informan dan responden
menurut James P. Spradley, informan adalah mereka yang memiliki masalah,
keprihatinan dan kepentingan. Sedang responden hanya memberikan lontaran-lontaran
permukan masalah terbatas pada apa yang diinginkan oleh seorang peneliti[12].
Teknik kedua adalah observasi.
Secara umum teknik observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Akan
tetapi, observasi atau pengamatan disini diartikan lebih sempit, yaitu
pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan namun dengan tetap memberikan analisis secara kritis. Dan
teknik ketiga adalah dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan dan
memanfaatkan data dari dokumen-dokumen atau buku yang berkaitan dengan
penelitian.
6.
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara
kualitatif yaitu suatu analisis terhadap data tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka tetapi dalam
uraian-uraian yang disusun secara sistematis dari apa yang dinyatakan oleh
narasumber atau responden secara lisan maupun tertulis dan juga perilakunya
yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai bagian yang utuh. Adapun dalam penulisan laporan penelitian ini, peneliti menggunakan metode penulisan deduktif, yaitu cara
berfikir dari hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus.
[2]
Solihin Abdul Wahab, Analisis
Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke Implementasi, Bumi Aksara, Cet. Ke-6,
Jakarta, 2003. Hal 125
[3] Dalam AG . Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Hal 90
[4]
Dalam AG . Subarsono, Analisis Kebijakan
Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Hal
77
[5]
Dalam AG . Subarsono, Analisis Kebijakan
Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Hal 99
[6]
Riant Nugroho Dwidjowijoto, Kebijakan
Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Elex Media Komputindo,
Yogyakarta, 2004. Hal 1-7
[7]
Hessel Nogi S. Tangkilisan. Teori dan
Konsep Kebijakan Publik dalam Kebijakan
Publik yang Membumi, Lukman Offset dan YPAPI, Yogyakarta, 2003. Hal 1.
[8]
Hessel Nogi S. Tangkilisan, ibid, hal 3
[9]
Hessel Nogi S. Tangkilisan, ibid, hal 5
[10]
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik,
Penerbit Suara Bebas, Yogyakarta, 2006. Hal 31-33
[11]
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik,
Ibid, hal 21
[12] James P. Sparadley, The Etnografi
Interview, op. cit, hal 35-52
Langganan:
Postingan (Atom)