Minggu, 09 Desember 2012

2 Honorer Dipecat, 2 PNS Berhenti


Dinilai melanggar disiplin kedinasan, dua orang tenaga honorer dipecat dan dua orang PNS diberhentikan dengan tidak hormat.

‘’Kita sudah beri sanksi tegas pemecatan, dua orang tenaga honorer Pemkab Rokan Hulu (Rohul), yang tidak masuk kantor dan banyak pelanggaran kedinasan. Termasuk dua Pegawai Negeri Sipil (PNS), sudah saya tandatangani surat pemberhentiannya,” ujar Bupati Rohul Drs Achmad kepada wartawan, Selasa (17/4).

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa disiplin dan sistim aturan yang telah dibuat Pemda Rohul harus dilaksanakan oleh seluruh tenaga honorer dan pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemkab Rohul.

Bupati baru saja usai mengikuti apel memperingati Hari Kesadaran Nasional sekaligus Hut Satuan Pelindung Masyarakat (Satlinmas) ke 50 tingkat Kabupaten Rohul, di kantor bupati.

Pemecatan terhadap kedua tenaga honorer dan usulan pemberhentian dua PNS, lanjutnya, sebagai bentuk sikap dan komitmen Pemkab Rohul terhadap penegakan disiplin. Karena sudah banyak kesalahan dan laporan yang diterima.

Bupati mengatakan tindakan tegas terhadap tenaga honorer dan PNS Rohul yang melanggar disiplin dan kedinasan, sebagai bentuk shock trapy dan efek jera bagi seluruh tenaga honorer dan PNS di Pemkab Rohul ke depannya.

Dijelaskannya, terhitung April 2012 dan seterusnya, bila honorer dan PNS tidak disiplin dan melanggar kedinasan, tidak perlu lagi diimbau, karena selama ini sudah sering diperingati, ditegur.

‘’Sekarang tinggal actionnya, bagi yang tak disiplin harus siap terima risikonya. Alhamdulilah, dengan diberlakukan pemecatan dua tenaga honorer dan usulan pemberhentian dua PNS, dispilin meningkat 100 persen. Kita tidak lagi menghimbau, tapi sudah tahap penindakan tegas yakni diberhentikan. Tindakan yang saya lakukan bukan gertak sambal dan siapa yang mau menyusul silahkan langgar disiplin dan kita siap memberhentikannya,’’ tegas Achmad.

Seragam Putih-Hitam
Untuk memudahkan dalam pemantauan disiplin kerja seluruh tenaga honorer maupun PNS, Pemkab Rohul, Senin (17/4), memberlakukan seluruh tenaga honorer di masing-masing Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Rohul mengenakan pakaian seragam baju putih dan celana hitam (gelap) selama lima hari kerja.

Kecuali tenaga honorer Satpol Pamong Praja, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Petugas Pemdam Kebakaran.Agar bisa memantau tingkat disipilin tenaga honorer dan PNS. Sehingga dengan dibedakannya pakaian honorer dengan PNS memudahkan dalam pemantauan disiplin.

‘’Kalau ada tindakan indisipliner honorer, akan tampak jelas nantinya. Begitu juga sebaliknya PNS.Karena uniformnya telah berbeda.Ini semua diberlakukan, untuk meningkatkan disiplin kerja PNS, agar tidak rusak citranya di masyarakat.’’ungkap Bupati Rohul Drs H Achmad MSi kepada Riau Pos, Selasa (17/4), terkait penerapan pakaian honorer baju putih dan celana atau rok hitam

Karena ada ketentuan, pakaian uniform untuk tugas PNS.Bila nantinya ada tindakan indisiplinir maka akan nampak apakah mereka PNS atau tenaga honorer, dan selama ini uniform mereka sama sehingga sulit membedakannya.

Apalagi selama ini masyarakat selalu menuduh PNS bekerliaran pada jam kerja terutama duduk diwarung dan di pasar-pasar, namun kenyataannya mereka adalah tenaga honorer.

’’Uniform tenaga honorer putih hitam 5 hari kerja.Setiap Kamis, setelah memakai pakaian olahraga, honorer wajib menggantikan dengan pakaian hitam putih kembali,’’

Gubri Apresiasi Program Rokan Hulu Menghafal Al-quran

Gubernur Riau, H.M Rusli Zaenal SE,MP memberikan apresiasi yang positif dan mendukung Program Gerakan Rokan Hulu menghafal Al-quran yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu pada malam Nuzul Qur'an, 17 Ramadan 1433 H.
Menurutnya, Program Gerakan Rokan Hulu Menghafal Al quran, merupakan salah satu kebijakan yang patut didukung dan juga diterapkan di Kabupaten/ Kota lainnya,
guna untuk membangkitkan marwah Provinsi Riau di negeri Melayu yang kental dengan nuansa Islami.

Mengingat Gerakan Menghafal Alquran merupakan program yang sangat positif terutama dalam melestarikan Alquran, yang saat ini mulai terlupakan oleh masyarakat. Program dan kebijakan Bupati Rohul ini patut mendapat dukungan dari seluruh komponen masyarakat serta menjadi contoh bagi Kabupaten/ kota di Riau.
 

Pemkab Komit Bangun Semangat Keagamaan

Berikan Sambutan : Bupati Rokan Hulu Drs.H.Achmad M.Si, memberikan sambutan dihadapan puluhan ribu warga, dalam acara peringatan Israk Mikraj di Mesjid Agung Islamic Centre Pasir Pengaraian, Senin (18/06/2012). Peringatan Israk Mikraj yang berlansung hidmat itu,
selain dihadiri puluhan ribu masyarakat dan juga siswa siswi sekolah menengah, juga menghadirkan penceramah kondang Ustadz Yusuh Mansur.

Dalam sambutannya, Bupati Rokan Hulu Drs.H.Achmad, M.Si menyatakan komitmen Pemerintah Daerah untuk terus berupaya membangkitkan semangat keagamaan ditengah masyarakat. Berbagai program saat ini telah siap disusun pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan agama Islam di Negeri Seribu Suluk, di Mesjid kebanggaan masyarakat kita.
Bupati mengaku, dalam mengupayakan roh mesjid agung tetap hidup, maka penerapan program keagamaan seperti : setiap rabu malam digelar kajian fiqih, tasawuf, dakwah, dan lainnya. Sementara setiap jum’at subuh digelar sujud tilawah dan setiap magrib, Mesjid tersebut digunakan magrib mengaji bagi anak-anak pasir pengaraian dan sekitarnya.
Untuk program ramadhan mendatang, kaum dhuafa akan mengikuti ibdaha tarawih bersama dan mereka akan kita bantu transportasinya. Sehabis ramadhan, selama enam bulan Mesjid Agung akan digunakan sebagai perkampungan Da’i se Riau. Sesuai hasil pertemuan ulama se-Provinsi Riau beberapa waktu lalu, dengan persyaratan peserta minimal berpendidikan Strata I ( S1 ) dan fasih berbahasa arab, tuturnya.
Usai mengikuti kegiatan itu, da’i akan memiliki sertifikasi C dan B. Mereka akan memiliki kesempatan untuk ceramah di Mesjid Agung Islamic Centre pasir pengaraian. Ustadz Kondang Yusuf Mansur, dalam tausiyahnya mengajak generasi muda di Rokan Hulu agar memiliki jiwa wiraswasta secara agamis dan sesuai ajaran islam.
Menurutnya, jika menjadi pengusaha jadilah usahawan yang jujur dan lebih mengedepankan ajaran islam. Jika ada kemauan dan disertai do’a, segala usaha akan sukses. Berusaha tanpa do’a kurang maksimal, tuturnya

Rokan Hulu Tuan Rumah MTQ Riau 2013

Pasir Pengaraian : 2013 mendatang, Rokan Hulu dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggaraan Musabaqoh Tilawatil Qur’an ( MTQ ) Tingkat Provinsi Riau. Dalam menykseskan Iven Provinsi tersebut, dari sekarang sudah dilakukan persiapan, dimulai dari tingkat kabupaten hingga ke rukun tetangga ( RT ) dan rukun warga ( RW ) se- Rokan Hulu, dihimbau untuk melaksanakan aktivitas keagamaan.

Serta melakukan pembenahan lingkungan terkait pelaksanaan  MTQ tingkat Provinsi Riau, 5 Mei Mendatang.
Bupati mengharapkan, kegiatan membersihkan lingkungan dan aktivitas keagamaan sudah mulai dilaksanakan saat ini. Sehingga pada hari H nya nanti Rokan Hulu sudah berbenah. Dengan kegiatan itu, Rokan Hulu sebagai tuan rumah terbaik, termeriah dan sukses pelaksanaan MTQ Tingkat Provinsi Riau.
Dia meminta kepada seluruh SKPD, agar mempersiapkan Rencana Kegiatan Anggaran ( RKA ) tahun 2013 dan memprioritaskan anggaran untuk perhelatan MTQ Tingkat Provinsi Riau yang diharapkan pelaksanakannya sukses. Akhir juli ini, Pemkab Rokan Hulu akan menyerahkan  KUA-PPAS Perubahan tahun 2012 dan KUA-PPAS tahun 2013 ke DPRD, sehingga prioritas anggaran pendukung kegiatan MTQ bisa dimasukkan dalam kegiatan SKPD nantinya, tuturnya.
Bupati juga menghimbau, kepada masyarakat khususnya aparatur desa/ kelurahan dan kecamatan se-Rokan Hulu, agar dapat mendukung dan bersama-sama menyemarakkan kegiatan kegiatan MTQ Tingkat Provinsi Riau di Rokan Hulu Tahun 2013 mendatang.

Rabu, 05 Desember 2012

HALAMAN PERSEMBAHAN



       ALLAH SWT  yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya padaku, serta Nabi Muhammad SAW  yang menjadi teladan bagi umat sepanjang masa.   , kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang kusayangi:
  • Abah  Tercinta Hatta K dan Omak Tercinta Saridah, Motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah jemu mendo’akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku membalas cinta Abah dan Omak  kepadaku.
  • Keluarga besar yang ada dirumah, Syaheri Juwanda, Romelda putri spdi dan Andri Saputra  Ssos  dan keponakanku Adni Nurfatiha, Dadan Hamadi, Mak uwo Supinah dan Sandra Agustina.
  • Sahabat-sahabatku seperjuangan dikos Pondok Rakata, Barahim Lubis SHTI, Zulfodli nst, Nursal Amri ST, Ewin Suhanda SE, Dalian alfajri ST, Afriandi SE, Maskurniadi SIP, Nugroho Notosusanto SIP,Muhammad Iqbal SIP MA, Alpasirin SIP MSi, Rio Chandra SIP, Tenar Hady SIP.
  • Keluarga besar  Pak Tukiman( pak man) yang telah memberikan  motivasi spiritual. Sehingga dapat melaksanakan  penyusunan skripsi sampai tuntas.
  • Seseorang disana yang pernah memberikan kasih sayang dan semangatnya nya padaku, terimakasih semangatmu masih tetap ada sampai sekarang.
  • Teman – teman jurusan ilmu pemerintahan  angkatan 2007
  • Almamaterku.
  • Teman teman seperjuangan ikatan pelajar Riau Yogyakarta Komisariat kabupaten Rokan Hulu dan semua teman-teman yang tak mungkin penulis sebutkan satu-persatu, for u all I miss u forever
  • Garuda dan Indonesiaku
  • Keluarga Besar Padepokan Perguruan Pencak Silat Telapak Sakti.

Contoh Organisasi Publik


Rumah sakit

Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik, yang berbeda dengan organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit mempunyai kekhususan yang lahir dari adanya hubungan yang terjadi antara Medical Staff ( kelompok dokter) dan Administrator atau CEO ( manajemen) serta Governing Body.Dokter dalam kaitannya sebagai profesional tidak tepat jika ditempatkan secara
hirarki piramidal dalam struktur organisasi rumah sakit, namun mereka mempunyai
sendiri strukturnya dalam Medical Staff Organization. Secara klasik di Amerika struktur
organisasi rumah sakit memang khas sebagai splitting organization dengan tiga pusat
kekuasaan / kekuatan yaitu Governing Body sebagai wakil pemilik, Administrator dan
Medical Staff yang langsung mendapat otoritasnya dari Governing Body. Oleh karena itu rumah sakit memang merupakan sebuah organisasi yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi akibat adanya hubungan-hubungan tersebut, dimana otoritas formal yang direpresentasikan oleh Administrator atau CEO ( manajemen) harus mengakomodasi otoritas keilmuan dan keahlian yang dimiliki oleh kelompok dokter,
dimana secara historis mereka memegang peran yang sangat besar dalam organisasi
ruamah sakit dan mendapatkan otoritasnya dari Governing Body.Untuk menjaga agar
hubungan ketiganya berjalan harmonis, maka sejak lama di Amerika telah mengaturnya
dalam Hospital bylaws masing-masing rumah sakit yang pada prinsipnya menetapkan
dan mengatur tentang tugas, kewenangan, hubungan funsional dan hubungan tanggung jawab antara Governing Body, Admistrator ( CEO) dan Medical Staff di rumah sakit.
Tiga organ ini diibaratkan sebagai kaki dari sebuah kursi berkaki tiga yang
bersama-sama menentukan mantap tidaknya tempat duduk itu .Ketiganya adalah
pemegang kekuasaan yang sumbernya berbeda, sehingga haruslah diatur dengan baik
keseimbangan dan keserasiannya dalam menjalankan fungsi, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing dalam menjalankan misi rumah sakit secara keseluruhan,sehingga tujuan organisasi rumah sakit dapat dicapai. Dasar hukum kekuasaan Governing Body didapat karena mereka mewakili pemilik ( yang adalah badan hukum) dalam membina dan mengawasi pengoperasian rumah sakit. Administrator atau CEO mendapatkan wewenang formal dari Governing
Body untuk menjalankan manajemen rumah sakit sebagai institusi, sedangkan kekuatan
dan pengaruh Medical Staff mempunyai latar belakang historis, sosial, serta berdasarkan pada kopetensi akademis dan teknik yang melekat pada pelaku profesi itu. Sebagian dari pengaruh mereka juga bersumber dari konsumen karena kompetensi profesional mereka dibutuhkan oleh masyarakat. Dari uraian diatas tergambarlah bahwa kewenangan dan tanggung jawab moral dan hukum yang tertinggi ada pada Governing Body.


Organisasi Privat(Bisnis)

Bertujuan untuk menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar organisasi tersebut mampu memproduksi barang untuk menghasilkan keuntungan bagi organisasi. Indikator yang masih bertalian dengan sebelumnya adalah seberapa besar efficiency pemanfaatan input untuk meraih keuntungan itu dan seberapa besar effectivity process yang dilakukan untuk meraih keuntungan tersebut.
Sementara itu ada indikator yang sering kali digunakan untuk mengukur kinerja organisasi privat/publik seperti : work lood/demain, economy, efficiency, effectiveness dan equity (Sclim dan Wood ward, 1992 dalam Keban, 1995) productivity (Perry, 1990 dalam Dwiyanto, 1995).

Pengertian

Istilah privat berasal dari bahasa Latin "set apart" (yang terpisah). Sasaran organisasi publik ditujukan pada hal – hal yang 'terpisah' dari masyarakat secara umum.
Organisasi privat atau bisnis adalah organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan jasa kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang dan jasa tersebut sesuai dengan hukum pasar.

Lingkungan Organisasi

Lingkungan dalam organisasi privat :
Lingkungan otorisasi, misal dewan komisaris atau rapat umum pemegang saham yang menentukan pendanaan dan batas – batas wewenang perusahaan. Akan tetapi, tentu saja lingkungan otorisasi pada organisasi privat tidak sekompleks organisasi publik.
Proses penciptaan nilai dalam organisasi privat, menitikberatkan proses pengambilan keputusan pada naik-turunya permintaan pasar, sehingga pengambilan keputusan biasanya berlangsung lebih cepat.

Ciri-Ciri Organisasi

Seperti telah diuraikan di atas bahwa organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih rinci organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal,
2.      Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan kegiatan,
3.      Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa; pemikiran, tenaga, dan lain-lain,
4.      Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan,
5.      Adanya tujuan yang ingin dicapai.

Prinsip-Prinsip Organisasi

Prinsip-prinsip organisasi banyak dikemukan oleh para ahli, salah satunya A.M. Williams yang mengemukakan pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya "Organization of Canadian Government Administration" (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi :
1)    prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas
2)    prinsip skala hirarkhi
3)    prinsip kesatuan perintah
4)    prinsip pendelegasian wewenang
5)    prinsip pertanggungjawaban
6)    prinsip pembagian pekerjaan
7)    prinsip rentang pengendalian
8)    prinsip fungsional
9)    prinsip pemisahan
10)  prinsip keseimbangan
11)  prinsip fleksibilitas
12)  prinsip kepemimpinan

1) Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas

Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan.  Misalnya, organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai  antara lain, memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan lain lain.

2) Prinsip Skala Hirarkhi

Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.

3) Prinsip Kesatuan Perintah

Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.

4) Prinsip Pendelegasian Wewenang

Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan.  Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan  mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.

5) Prinsip Pertanggungjawaban

Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.

6) Prinsip Pembagian Pekerjaan

Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.

7) Prinsip Rentang Pengendalian

Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional.  Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.

8) Prinsip  Fungsional

Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.

9) Prinsip Pemisahan

Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.

10) Prinsip Keseimbangan

Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan.  Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks) contoh 'koperasi di suatu desa terpencil', struktur organisasinya akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.

11) Prinsip Fleksibilitas

Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.

12) Prinsip Kepemimpinan.

Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.


Konsep & Fungsi

Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department.
Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Departemen Sumber Daya Manusia Memiliki Peran, Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab sebagai berikut.

1. Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja (Preparation and selection)

Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perkiraan (forecast) akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya.
Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain sebagainya.

Rekrutmen tenaga kerja (Recruitment)

Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan  (job description) dan juga spesifikasi pekerjaan (job specification).

Seleksi tenaga kerja (Selection)

Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup (curriculum vittae) milik pelamar. Kemudian dari CV pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja/interview dan proses seleksi lainnya.

2.  Pengembangan dan evaluasi karyawan (Development and evaluation)

Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi.

3. Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai (Compensation and protection)

Kompensasi adalah imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan kontribusi perkerja tersebut dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu.

 

PROPOSAL PENELITIAN Zakia rezki


A.           LATAR BELAKANG MASALAH
Mulai tahun 2007 pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Melaui PNPM Mandiri pemerintah merumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, agar dapat menumbuhkembangkan potensi diri sehingga masyarakat bukan sebagai obyek, melainkan juga sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan.
Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi;  Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik.
Sejak tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 juga dilakukan pada desa-desa tertinggal. Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan penanggulangan kemiskinan diharapkan dapat  efektif dan efisien.
Pemerintah mencanangkan proses pemberdayaan dalam program PNPM Mandiri dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut.
Berdasar pada latar belakang tersebut, PNPM Mandiri sebagai salah satu program pemerintaha dalam penanggulangan kemiskinan, maka perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana implementasi pelaksanaan PNPM Mandiri di salah satu tempat di Indonesia. Penelitian tersebut akan dititikberatkan pada sampai sejauhmana keterlibatan stakeholder dalam penyusunan program tersebut, sebab masyarakat dalam program ini bukan lagi sebagai obyek penanggulangan kemiskinan, sebaliknya harus menjadi subyek upaya penanggulangan kemiskinan di daerahnya.
Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena, dalam beberapa berita media, pelaksanaan PMPM Mandiri di kecamatan ini dianggap cukup berhasil.
B.            RUMUSAN MASALAH
Berdasar pada latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan, yaitu: Bagaimanakan implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dilakukan di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

C.           TUJUAN DAN MANFAAT
1.             Tujuan
a.              Mengetahui proses formulasi program PNPM Mandiri di daerah.
b.             Mengetahui bagaimana model dan bentuk implementasi pelaksanaan program PNPM Mandiri di daerah.
c.              Mengetahui siapa saja atau pihak yang terlibat dalam implementasi pelaksanaan PNPM Mandiri di daerah.
d.             Mengetahui kekuatan dan hambatan dalam implementasi program PNPM Mandiri di daerah.

2.             Manfaat
a.              Hasil penelitian ini akan menambah khasazah kajian keilmuan dalam kebijakan publik, secara khusus dalam kajian implementasi kebijakan.
b.             Bagi para stakeholder PNPM Mandiri dan Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam membuat dan menyusun kebijakan.
D.           KERANGKA TEORI
1.             Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahap krusial dalam proses kebijakan publik, sebab pada tahap implementasi inilah terdapat implikasi atau dampak-dampak dampak kebijakan tersebut terjadi. Keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh variabel isi kebijakan dan lingkungan kebijakan. Dua hal ini harus didukung oleh hubungan antar organisasi, sumberdaya organisasi dan karakteristik kemampuan agen pelaksana.[1]
Keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dapat dievaluasi kemampuannya secara nyata dalam mengoperasikan program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya proses implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur dan membandingkan antara hasil akhir program-program tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan. Keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung pada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan yang cukup[2].
Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para ahli mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut kita dapat mentarik benang merah berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik.
Beberapa diantara faktor-faktor tersebut adalah; pertama, isi atau content kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi content setidaknya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung oleh dasar teori yang teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumberdaya baik manusia maupun finansial yang baik.
Kedua, implementator dan kelompok target. Pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada badan pelaksana kebijakan (implementator) dan kelompok target (target groups). Implementator harus mempunyai kapabilitas, kompetensi, komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan (policy makers), selain itu, kelompok target yang terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah menerima sebuah kebijakan daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen. Lebih lanjut, kelompok target yang merupakan bagian besar dari populasi juga akan lebih mempersulit keberhasilan implementasi kebijakan.
Ketiga, lingkungan. Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur populasi tempat sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem politik yang stabil dan demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan budaya keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah implementasi sebuah kebijakan.
Menurut George C. Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan disposisi.[3]
Pertama, faktor komunikasi. Dalam hal ini secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsostensi dan kejelasan. Transmisi adalah, sebelum pejabat atau penentu kebijakan dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini sering terjadi, tidak terlaksananya program seringkali dimulai dari komunikasi yang tidak baik antar stakeholder kebijakan. Hal ini dapat dijumpai banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan.
Sedangkan konsistensi adalah jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik. Dan kejelasan adalah, menurut Edwards yang mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan (ranah hukum).
Kedua, sumber daya. Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas saja menjadi dokumen.
Ketiga, disposisi (kecenderungan atau tingkah laku), yaitu watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
Keempat, struktur birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementsikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standar operating procedure atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Sementara itu, menurut Maarse[4], keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan yang harus dilaksanakan dimana isi yang tidak jelas dan samar akan membingungkan para pelaksana di lapangan sehingga interpretasinya akan berbeda. Kemudian ditentukan pula oleh tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan sehingga pelaksana dapat bekerja optimal. Lalu ditentukan juga oleh banyaknya dukungan yang harus dimiliki agar kebijakan dapat dilaksanakan dan pembagian dari potensi-potensi yang ada seperti diferensiasi wewenang dalam struktur organisasi.
Atas dasar hal tersebut, dalam mengimplementasikan suatu kebijakan Pemerintah Daerah harus memperhatikan bermacam-macam faktor. Arus informasi dan komunikasi perlu diperhatikan sehingga tidak terjadi pemahaman yang berbeda antara isi kebijakan yang diberikan oleh pusat dengan persepsi aparat pelaksana di daerah. Diperlukan pula dukungan sumber daya maupun stakeholders yang terkait dengan proses implementasi kebijakan di daerah. Diperlukan pula pembagian tugas maupun struktur birokrasi yang jelas di daerah sehingga tidak terjadi ketimpangan tugas dalam proses implementasi suatu kebijakan di daerah. Diperlukan pula nilai-nilai yang dapat dianut atau dijadikan pegangan oleh pemerintah daerah untuk menerjemahkan setiap kebijakan yang harus diimplementasikan.
Berdasar pada penjelasan diatas, setidaknya berangkat dari konsep Edward II dan Maarse, dapat disimpulkan bahwa, sebagaimana disimpilkan juga oleh Van Meter dan Van Horn[5] ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi. Beberapa diantaranya adalah:
1.             Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur atau tidak jelas, maka akan terjadi multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
2.             Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.
3.             Komunikasi Antar Organisasi
Penguatan aktivitas dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk ini diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
4.             Karakteristik Agen Pelaksana
Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5.             Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
6.             Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni:
a.              Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.
b.             Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan
c.              Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor













2.             Kebijakan Publik
Istilah implementasi tidak dapat dipisahkan dari kebijakan publik. Lalu apa yang dimaksud dengan kebijakan publik? Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.[6]
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana dapat pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Karena itu ada banyak definisi mengenai apa itu kebijakan publik. Definisi mengenai apa itu kebijakan publik mempunyai makna yang berbeda-beda, sehingga pengertian-pengertian tersebut dapat diklasifikasikan menurut sudut pandang masing-masing penulisnya. Berikut ini beberapa definisi tentang kebijakan publik
Chandler dan Plano menyatakan kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.[7]
Pandangan lainnya dikemukakan oleh Thomas R. Dye (1981). Menurut Dye, kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan (decision making), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.[8]
Selain Chandler, Plano dan Dye, sedikit berbeda David Easton (1969) merumuskan kebijakan publik dengan mengartikannya sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.[9]
Kebijakan sendiri secara umum menurut Said Zainal Abidin dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:[10]
a.              Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
b.             Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
c.              Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

Dengan demikian kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik atau umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan administrasi negara. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara dalam mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan dalam bentuk kebijakan. Oleh karena itu kebijakan adalah sarana untuk mencapai tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik.[11]






3.             Program Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi sebagai upaya untuk mengimplementasikan strategi dan kebijakan serta dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran suatu organisasi.
Namun satu hal yang tidak dapat diabaikan dalam rangka perencanaan program tersebut adalah isu dan permasalahan yang dianggap strategis dan potensial harus jelas memiliki revelansi untuk dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga. Terkait dengan perencanaan prgram dalam bidang penelitian dan pengembangan daerah itu, dilihat dari sudut pandang kelitbangan sekurang-kurangnya ada empat isu dan permasalahan.
Peran serta masyarakat adalah peran antara berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Pelibatan masyarakat dan swasta dalam perumusan dan penetapan kebijakan mempengaruhi kepentingan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan agar memberikan hasil dan manfaat yang optimal pada masayarkat.
Pelibatan masyarakat dapa bersiafat pasif dan aktif. Pelibatan pasif artinya dalam pengambilan keputusan kebijakan oleh pemerintah dilakukan melalui komunikasi satu arah, misalnya pelibatan melalui pemberian informasi, masukan atau jawaban. Sedangkan pelibatan aktif dimaknai sebagai; masyarakat bersama dengan pemerintah secara aktif merancang atau melaksanakan kebijakan, program atau proyek, termasuk dalam hal sumber daya, yang biasanya dilakukan melalui komunikasi dua arah.
Upaya penanganan problem kemiskinan dengan pelibatan masyarakat sebagaimana rekomendasi INDOPOV sesungguhnya bukan merupakan ide atau gagasan baru. Pada awal tahun 1980-an misalnya, ketika upaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah juga menimbulkan efek negatif ketimpangan, gagasan agar masyarakat terlibat dan menjadi pelaku dalam pembangunan sesungguhnya telah ada. Hanya saja gagasan tersebut pada masa itu belum memiliki gaung yang cukup besar sebagaimana sekarang ini.
Pada tahun 1990-an isu tentang pelibatan masyarakat dalam pembangunan semakin menguat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia akibat ketimpangan yang disebabkan oleh globalisasi, termasuk juga didalamnya pelibatan masyarakat dalam menangani problem kemiskinan akibat ketimpangan pembangunan.  John Friedmann sebagai salah satu aktifis gerakan sosial misalnya, pada tahun 1992 menyuarakan agar pemberdayaan masyarakat tidak hanya dilakukan terbatas pada masalah ekonomi, tetapi juga secara politis. Hal ini menurutnya, karena kebijakan ekonomi pada dasarnya merupakan kebijakan politik.
Menurut Friedmann, pelibatan masyarakat dalam kebijakan politik ini akan menjadikan pemerintah dan masyarakat akan memiliki posisi yang kuat dalam menyelesaikan problem sosial. Paradigma pelibatan masyarakat dalam konsep pemberdayaan tersebut dilakukan atas keinginan mengubah pola kebijakan yang sebelumnya sentralistik pada pola otonomi, yaitu dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Karena itu Friedmann menegaskan bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri masyarakat sendiri merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelesaian problem sosial dimana salah satu turunannya adalah penyelesaian problem-problem kemiskinan.





















4.             Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.  Pengertian yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah; meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Dan tujuan khususnyaadalah meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
a.              Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.
b.             Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).
c.              Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
d.             Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
e.              Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.
f.              Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui, pertama; pengembangan Masyarakat. Komponen Pengembangan Masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai.
Kedua, untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut, diesediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
Ketiga, Bantuan Langsung Masyarakat.  Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin.
Keempat, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal. Komponen Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian kegiatan yang meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok perduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.
Kelima, Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program. Komponen ini meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.
Sedangkann pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan, pertama, menggunakan kecamatan sebagai lokus program untuk mengharmonisasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program. Kedua, memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama pembangunan pada tingkat lokal. Ketiga, mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan partisipatif. Keempat, menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis. Dan keenam melalui proses pemberdayaan yang terdiri dari atas pembelajaran, kemandirian dan keberlanjutan.










E.            DEFINISI KONSEPTUAL
1.             Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan kebijakan pemerintah dari formulasi kebijakan hingga evaluasi kebijakan
2.             Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan dalam bentuk keputusan-keputusan yang mengikat hajat hidup orang banyak yang dilakukan oleh pemerintah.
3.             Program pemerintah adalah instrumen kebijakan pemerintah yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan sebagai upaya untuk mengimplementasikan strategi dan kebijakan serta dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran kebijakan.
4.             Progran Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.










F.            DEFINISI OPERASIONAL
1.             Standar dan sasaran kebijakan adalah dasar aturan serta arah tujuan kebijakan.
2.             Sumber daya adalah stakeholder dan aset dalam kebijakan, termasuk karakteristiknya.
3.             Komunikasi antar organisasi adalah relasi mata rantai antar stakeholder dalam kebijakan
4.             Kondisi sosial, ekonomi dan politik adalah kondisi lingkungan dimana kebijakan tersebut diimplementasikan.
5.             Disposisi implementor adalah kemampuan stakehorlder dalam melaksanakan imolementasi kebijakan.












6.             METODE PENELITIAN
1.             Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat dalam sebuah implementasi kebijakan pelaksanaan PNPM Mandiri di daerah.

2.             Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sentolo.

3.             Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu antara bulan Juni 2012 hingga bulan Agustus 2012.

4.             Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumberdata yang berasal dari data penelitian lapangan. Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang berasal dari data verbal seperti tulisan opini, data pustaka dan sebagainya.

5.             Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu, pertama wawancara adalah tehnik pengumpulan data dengan mengajukan secara langsung oleh pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan tema penelitian. Peneliti bertemu secara langsung dengan sumber, dan jawaban-jawaban dari sumber yang dimaksud dicatat atau direkam. Sumber wawancara dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori yaitu, responden dan informan. Perbedaan antara informan dan responden menurut James P. Spradley, informan adalah mereka yang memiliki masalah, keprihatinan dan kepentingan. Sedang responden hanya memberikan lontaran-lontaran permukan masalah terbatas pada apa yang diinginkan oleh seorang peneliti[12].
Teknik kedua adalah observasi. Secara umum teknik observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan disini diartikan lebih sempit, yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan namun dengan tetap memberikan analisis secara kritis. Dan teknik ketiga adalah dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan dan memanfaatkan data dari dokumen-dokumen atau buku yang berkaitan dengan penelitian.

6.             Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif yaitu suatu analisis terhadap data tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka tetapi dalam uraian-uraian yang disusun secara sistematis dari apa yang dinyatakan oleh narasumber atau responden secara lisan maupun tertulis dan juga perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai bagian yang utuh. Adapun dalam penulisan laporan penelitian ini, peneliti menggunakan  metode penulisan deduktif, yaitu cara berfikir dari hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.


[1] Sutrisno Iwantono Pemikiran Tentang Arah Kebijakan. Makalah, Jakarta, 2004.
[2] Solihin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke Implementasi, Bumi Aksara, Cet. Ke-6, Jakarta, 2003. Hal 125

[3] Dalam AG . Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Hal 90

[4] Dalam AG . Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. Hal 77

[5] Dalam AG . Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.  Hal 99
[6] Riant Nugroho Dwidjowijoto, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Elex Media Komputindo, Yogyakarta, 2004. Hal 1-7
[7] Hessel Nogi S. Tangkilisan. Teori dan Konsep Kebijakan Publik dalam Kebijakan Publik yang Membumi, Lukman Offset dan YPAPI, Yogyakarta, 2003. Hal 1.
[8] Hessel Nogi S. Tangkilisan, ibid, hal 3
[9] Hessel Nogi S. Tangkilisan, ibid, hal 5
[10] Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Penerbit Suara Bebas, Yogyakarta, 2006. Hal 31-33
[11] Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Ibid, hal 21
[12] James P. Sparadley, The Etnografi Interview, op. cit, hal 35-52